Mengenal Orang Chinchorro, Pakar Mumi dari 7.000 Tahun Lalu
Manusia Chinchorro dikenal lantaran peninggalan kebudayaannya yang tersebar di kawasan pantai di utara Chili dan selatan Peru, yang gersang bukan main. Selain alat batu, manusia Chinchorro juga meninggalkan pekuburan dangkal di Gurun Atacama.
Tapi tak ada yang lebih membuat orang mengenal kebudayaan Chinchorro selain mumi dan teknologi mumifikasinya. Praktek mumifikasi mereka amat mendetail.
Menurut catatan archaeology.about, situs arkeologi berisi peninggalan kebudayaan Chinchorro pertama kali ditemukan oleh Max Uhle pada awal abad ke-20. Penggaliannya berhasil mengungkap mumi tertua di dunia.
Max Uhle adalah arkeolog Jerman yang lama bekerja di Peru, Chili, Ekuador, dan Bolivia. Dia pertama kali mendeskripsikan mumi Chinchorro pada 1917.
Bagaimana manusia Chinchorro yang sudah punah itu hidup? Mereka hidup dari menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan makanan. Kata Chinchorro sendiri kasarnya berarti “Perahu memancing”.
Situs Chinchorro tertua berasal dari 7.000 tahun sebelum Masehi. Sedangkan mumi tertua yang ditemukan berasal dari 5.000 tahun sebelum masehi atau lebih dari 7.000 tahun yang lalu. Mumi itu ditemukan di kawasan Quebrada de Camarones.
Temuan bukit-bukit sisa ‘dapur’ mengindikasikan masyarakat Chinchorro adalah pemakan seafood, seperti mamalia laut, burung laut, dan ikan. Begitu juga hasil analisa isotop terhadap rambut dan tulang mumi, mengindikasikan bahwa 90 persen menu makanan orang Chinchorro adalah hasil laut, 5 persen dari hewan terestrial, dan 5 persen dari tumbuhan terestrial.
Membandingkan Mumi Chinchorro dan Mesir, Ini Perbedaannya
Kaum Chinchorro, Bikin Mumi di Gurun Mematikan
Suku pemburu dan pengumpul makanan, Chinchorro, berkelana di gurun pasir Atacama, Chili, pada 7.000 tahun yang lalu. Tapi mereka hidup di tanah kematian. Menurut Sciencemag, faktor alam ini yang kemudian menginspirasi masyarakat Chinchorro untuk melakukan mumifikasi.
Ada ribuan penguburan dangkal yang terjadi di gurun pasir yang pernah disinggahi Chinchorro. Mayat-mayat mereka tak hancur melainkan kering dibungkus kulit. Keadaan ini menginspirasi suku Chinchorro untuk mulai mengawetkan masyarakat mereka yang meninggal dunia, praktek yang mereka lakukan 3.000 tahun sebelum orang Mesir melakukannya.
Tapi bagaimana cara orang Chinchorro mengawetkan mayat? Begini penjelasan Pablo Marquet dari Pontifical Catholic University of Chile di Santiago.
Setelah ‘mengupas’ kulit mayat untuk dikeringkan, mereka mengeluarkan organ dalam tubuh dan menggantinya dengan tanah liat, tanaman kering, dan tongkat kayu. Begitu kulit dipasang lagi, mereka mewarnai kulitnya dengan warna hitam atau merah yang mengkilap dan memakaikan rambut hitam di kepalanya.
Lantas wajahnya ditutupi dengan topeng tanah liat, beberapa dicetak dengan ekspresi mulut yang terbuka. Lukisan terkenal The Scream karya Edvard Munch disebut terinspirasi dari topeng itu.
Para ahli mencoba mengungkap misteri mengapa masyarakat Chinchorro mempraktekkan mumifikasi. Soalnya, biasanya praktek seperti itu diterapkan oleh masyarakat yang kebudayaannya sudah lebih kompleks dan hidup menetap.
Semakin banyak orang yang tinggal di satu tempat, semakin besar peluang terjadinya inovasi, pembangunan, dan penyebaran ide-ide baru. Tapi Chinchorro sama sekali tak memenuhi kriteria itu. Sebagai masyarakat nomaden, mereka hanya membentuk kelompok dengan jumlah paling banyak 100 orang.
Untuk menjawab hal itu, Marquet dan timnya memakai banyak data. Di antaranya adalah data inti es di Andes, merekonstruksikan iklim di tempat di mana masyarakat Chinchorro pernah hidup: pantai utara Chile dan pantai selatan Peru, di sepanjang sudut barat Gurun Atacama.
Pada sekitar 7.000 tahun yang lalu, area itu sangat-sangat gersang. Tapi sekitar 4.000 tahun yang lalu, iklimnya lebih basah. Analisis dari penanggalan karbon pada artefak-artefak masyarakat Chinchorro, seperti tumpukan kerang dan mumi, menyatakan musim yang basah telah menyebabkan populasi yang lebih tinggi dan puncaknya terjadi pada 6.000 tahun yang lalu.
Tim itu menghitung, berdasarkan demografi berburu dan mengumpulkan makanan, satu kelompok Chinchorro yang berisikan 100 orang akan ‘memproduksi’ 400 orang mati setiap satu abad. Mayat-mayat ini dikubur secara dangkal dan terekpos iklim yang amat gersang di Atacama sehingga termumifikasi secara alami.
Membandingkan perkiraan bahwa masyarakat Chinchorro sudah mendiami Gurun Acatama sejak 10.000 tahun lalu, maka praktek mumifikasi dimulai sekitar 7.000 tahun lalu. Lantaran sering melihat mayat yang utuh secara alami, masyarakat pun mengembangkan mumifikasi sebagai bagian dari kebudayaan mereka. “Kematian memberi dampak yang besar bagi kehidupan,” tutur Marquet.
Kisah Mumi Chinchorro Terlupakan 80 Tahun di Norwegia
Sejumlah Mumi yang diperkirakan berusia beberapa ribu tahun yang berasal dari Chili ternyata ada juga yang tersimpan di Norwegia selama delapan dekade. Mumi yang dikirimkan seorang imigran Norwegia di Chili pada 1930-an itu tersimpan di Universitas Oslo dan terlupakan selama 80 tahun.
Seperti dilansir kantor berita Norwegia NRK, keberadaan mumi itu diungkap oleh seorang bernama Knut Djupedal dari museum imigrasi Migrasjonmuseet yang sebelumnya bernama Norsk Utvandrermuseum. Djupedal mendengar bahwa seorang imigran Norwegia, Gunnar Nergaard, yang menetap di Chili, mengaku telah menemukan mumi penduduk asli yang berusia 500-2.500 tahun.
Nergaard menemukan mumi itu pada 1930-an dari sebuah kuburan kuno dan mengirimkannya ke Etnografisk Museum di Oslo. Diperkirakan mumi itu berasal dari kelompok masyarakat Chinchorro di utara Chili.
Ketika Djupedal menghubungi museum itu delapan dekade kemudian, disebutkan bahwa museum memang mempunyai beberapa koleksi dari Nergaard. Tapi tak ada yang berupa mumi. Djupedal kemudian menghubungi Universitas Oslo dan bertanya soal koleksi mereka di Institut Anatomi yang disebut De Schreinerske Samlinger.
Kebanyakan koleksi De Schreinerske Samlinger itu adalah tulang belulang. Tapi setelah mencari dengan teliti, Djupedal akhirnya menemukan mumi tersebut. Dia memotretnya dan mencocokkannya dengan foto mumi pada 1930-an yang dimilikinya.
“Ini mengejutkan,” kata Per Holck, profesor anatomi di Universitas Oslo, kepada NRK. Dia menduga mumi itu berada di kampusnya dan terlupakan. Dia berencana menghubungi Chili untuk memulangkan mumi tersebut.
Duta Besar Chili untuk Norwegia, Jose Miguel Cruz Sanchez, mengatakan dia menyambut upaya pengembalian mumi tersebut. “Saya tak tahu kalau ada mumi dari Chili di Norwegia,” katanya. “Saya berharap ada ilmuwan Chili yang datang dan menelitinya.”
Sumber : Kaskus / unitedd dan cnnindonesia.com
0 comments:
Post a Comment